Malia tersayang
Bersama dengan surat ini kutitipkan temaram cahaya rembulan ini lengkap dengan desiran pohon,nyanyian kodok akan penantiannya pada hujan, serta sedikit tanah dari tempatku berpijak. Kutitipkan semuanya untuk kau miliki. Kau berhak untuk membukanya atau membuangnya di tong sampah sekalipun.
Kukirimkan temaram cahaya rembulan untukmu Malia sekedar bukti akan adanya sebuah penantian panjang yang tak lagi bisa digambarkan oleh kata. Sudah terlalu banyak kata yang tercipta sepanjang sejarah peradaban manusia. Kebesaran makna dari setiap kata yang pernah ada terlalu tangguh untuk kukalahkan. Ku tak mampu membangun kuasa magis dalam setiap petikan fonem seperti yang bangga diajarkan Foucalt dalam setiap khutbahnya. Kata yang selama ini kurangkai ternyata bukan apa-apa. Rangkaian kata itu tidak bisa menandingi pidato Hitler yang bisa membangun membuncahkan semangat ultra nasionalis dari rakyat jerman untuk bersatu dan tergenang menjadi lautan darah melawan sekutu di medan laga. Tapi apa daya, Boro-boro meyakinkan sebuah bangsa!? meyakinkanmu saja aku tak mampu...
Kau tak usah resah Malia ini bukanlah bujuk rayu, kukirimkan temaram cahaya rembulan ini persis ketika ku mencabutnya. Sama dengan pemandangan yang kau lihat ketika bosan mengutak atik black berrymu dan sedikit menengadahkan kepalamu pada langit di kala malam.
Malia periang, Malia yang manja
Izinkan aku menjelaskan kepadamu tentang bagaimana aku mendapatkan temaram rembulan ini.
Suatu malam rembulan datang menyapaku dengan cahayanya saat ku larut dalam lamunanku. Di tengah lamunanku akupun bangun dan tersentak seketika itupun semuanya buyar!. Dalam lamunanku kutak sempat lagi membelai rambut panjangmu ketika kau merebahkan kepalamu di pahaku. Setengah menghardik kutumpahkan amarahku padanya yang hanya bisa diam membisu. Dan pada akhirnya setengah tersenyum suatu saat dia akan menyampaikan rindu ini padamu. Dan pada akhirnya Kugenggam janji itu dalam sanubari berharap ada balasan darimu suatu hari nanti.
Tanpa terasa tiga purnama telah berlalu, rembulan tak jua menepati janjinya.
seperti malam-malam sebelumnya peraduan ini masih menjadi tempat paling nyaman sedunia. selalu saja ada nuansa gemintang sendu bertaburkan khayalan aneh yang tak berujung. tapi nda usah risau wanitaku! semua masih saja tentangmu. tak ada yang lebih indah dibanding membayangkanmu. entah kau memikirkanku atau tidak, yang jelas rembulan telah berbohong!!!.
Dengan sedikit dongkol dan menggeruntu kumenatapnya yang sedang asik bercengkerama dengan bintang. kemesraan tampak seronok ketika gemerlap cahaya menjadi monopoli mereka. berai temaram cahayanya berjatuhan tak pernah jelas untuk siapa. tidak kah kau sadar setiap jengkal bias warnamu selalu ada potongan rindu yang dititipkan manusia kepadamu wahai rembulan?!. padamu mereka memasrahkan otonomi mereka akan kerinduan...
Oleh Alhe Laitte pada 13 Agustus 2011
Oleh Alhe Laitte pada 13 Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar